Kota Pontianak didirikan oleh Syarif
Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Radjab 1185 H) yang
ditandai dengan membuka hutan di persimpangan tiga Sungai Landak, Sungai Kapuas
Kecil dan Sungai Kapuas untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat
tinggal. Pada tahun 1192 H, Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan pada
Kesultanan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya
Mesjid Jami' Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Keraton Kadariah yang sekarang
terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.
Sejarah
pendirian menurut VJ. Verth
Sejarah pendirian kota Pontianak
yang dituliskan oleh seorang sejarawan Belanda, VJ. Verth dalam bukunya Borneos
Wester Afdeling, yang isinya sedikit berbeda dari versi cerita yang beredar
di kalangan masyarakat saat ini.
Menurutnya, Belanda mulai masuk ke
Pontianak tahun 1194 Hijriah (1773 Masehi) dari Betawi. Verth menulis bahwa
Syarif Abdurrahman, putra ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie (atau dalam
versi lain disebut sebagai Al Habib Husin), setelah meninggalkan kerajaan
Mempawah dan mulai merantau. Di wilayah Banjarmasin ia menikah dengan adik
sultan. Ia berhasil dalam perniagaan dan mengumpulkan cukup modal untuk
mempersenjatai kapal pencalang dan perahu lancangnya, kemudian ia mulai
melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Dengan bantuan Sultan Pasir, Syarif
Abdurrahman kemudian berhasil membajak kapal Belanda di dekat Bangka, juga
kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Passir. Abdurrahman menjadi seorang
kaya dan kemudian mencoba mendirikan pemukiman di sebuah pulau di sungai
Kapuas. Ia menemukan percabangan sungai Landak dan kemudian mengembangkan
daerah itu menjadi pusat perdagangan yang makmur dan Pontianak berdiri.
Kolonialisme
Belanda dan Jepang
Pada tahun 1778 kolonialis Belanda
dari Batavia memasuki Pontianak dengan dipimpin oleh Willem Ardinpola. Kolonial
Belanda saat itu dan menempati daerah di seberang keraton kesultanan yang kini
dikenal dengan daerah Tanah Seribu atau Verkendepaal.
Pada tanggal 5 Juli 1779 Belanda
membuat perjanjian dengan Sultan mengenai penduduk Tanah Seribu agar dapat
dijadikan daerah kegiatan bangsa Belanda yang kemudian menjadi kedudukan
pemerintahan Resident het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala
Daerah Keresidenan Borneo lstana Kadariah Barat) dan Asistent Resident het
Hoofd der Affleeling van Pontianak (Asistent Resident Kepala Daerah
Kabupaten Pontianak). Area ini selanjutnya menjadi Controleur het Hoofd
Onderafdeeling van Pontianak atau Hoofd Plaatselijk Bestuur van
Pontianak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar